Guru Roki, Pejuang dan Sastrawan Gorontalo yang Terlupakan

 


Tidak banyak yang mengenal sosok Guru Roki. Namanya tidak kesohor Nani Wartabone yang dikenal masyarakat gorontalo sebagai pahlawan kemerdekaan. Padahal, berdasarkan berbagai cerita lisan para orang-orang tua gorontalo hampir tidak pernah melepaskan namanya ketika mengisahkan perjuangan Nani Wartabone dalam memerdekakan rakyat gorontalo di  tahun 1942. 

Lahir di Telaga, Kabupaten Gorontalo pada bulan Agustus 1906. Guru Roki memiliki nama lengkap Noensi Yunus Latief. Ia lahir dan tubuh besar di gorontalo. Pendidikan formalnya, mulai dari Sekolah Rakyat (SR) sampai Sekolah Menengah Oemom Atas (SMOA) pun ia tempuh di daerah kelahirannya itu. Pada tanggal 18 Mei 1989 Guru Roki meninggal dunia di usia 82 tahun.

Ia berprofesi sebagai seorang guru. Meski tidak pernah mengecam bangku perkuliahan, kepiawaian Guru Roki mengajar mengantarkannya menjadi Kepala Sekolah di salah satu SR yang ada di Kota Gorontalo. Setelah menjabat kepala sekolah, ia kemudian menjadi pengawas di salah satu dinas yang ada di Kab. Gorontalo. 

Guru Roki dikenal sebagai sosok yang bersahaja dan sederhana. Ia bukan tipe orang yang suka menampilkan kemewahan. Apa yang ditampilkan di lingkungan sekitarnya merupakan sesuatu hal yang alami tanpa dibuat-buat. Kesederhanaan itu, telah memberikan kesan yang baik bagi masyarakat sekitar maupun orang-orang yang mengenal sosok Guru Roki. Namun demikian, dibalik sifat yang tertutup dan sederhana itu, tersimpan sosok yang tegas dan disiplin di dalam bersikap. Apalagi dalam hal mendidik keluarga.

Rumah Perjuangan

Meski dikenal sebagai sosok yang sangat tertutup, tidak membuat ia bersikap apatis terhadap situasi daerah gorontalo yang kala itu hidup di bawah bayang-bayang penjajahan. Banyak masyarakat kecil yang dihukum oleh para penjajah telah mendorong ia dan pahlawan nasional Nani Wartabone serta masyarakat lain untuk melakukan perlawanan. Hingga pada puncaknya dideklarasikan kemerdekaan Gorontalo, pada tanggal 23 Januari 1942. Namun, Ia tak pernah tercatat dalam sejarah kemerdekaan Gorontalo.

Ia enggan tampil di depan publik, sehingga dirinya dilupakan dalam cerita perjalanan panjang itu. Padahal menurut informasi dari cucunya: Ayska Toyo Latief, selama berjuang melepaskan diri dari belenggu penjajah, rumah guru roki sering menjadi tempat berkumpul para pejuang untuk merumuskan taktik dan strategi perlawanan. “Di belakang rumah ada bekas galian pembuatan batu bata. Disitu sering mereka (pejuang kemerdekaan) berkumpul membahas strategi,” ungkap Ayska.

Selain menjadi tempat meramu strategi, rumahnya juga dijadikan sebagai tempat persembunyian paling aman bagi Nani Wartabone dan pejuang lain ketika hendak dicari dan ingin dibunuh oleh penjajah. Mereka percaya ketika bersembunyi di rumah Guru Roki para penjajah yang berniat jahat tidak bisa menemukan rumahnya itu. Bahkan tentara penjajah yang berhasil menemukan rumahnya tidak berani untuk mendekat apalagi sampai mau menyerbu.

“Pokoknya pejabat-pejabat yang mereka cari hanya bersembunyi di belakang rumah. Rumah itu, paling susah tentara (penjajah) mo cari dan kalau sudah di tau takut juga mereka masuk,” ucapnya. 

Cinta Seni dan Sastra

Berada di Jl. Ahmad A. Wahab, rumah Guru Roki terlihat sangat berbeda, setiap orang yang baru pertama melewati jalan tersebut pasti akan memperhatikan bentuk rumahnya. Bangunannya unik seakan tidak memiliki atap. Beda dengan rumah-rumah masyarakat gorontalo pada umumnya. Halamannya cukup luas nan hijau, memberikan nilai seni tersendiri. 

Kata Ayska, bentuk rumah tersebut diadopsi dari bentuk rumah jaman dulu yang ada di kota mekah, Arab Saudi. Sampai saat ini rumah tersebut masih konsisten dengan warna putih cerah. Sepanjang Guru Roki hidup, halaman rumahnya dipenuhi dengan tanaman dan bunga-bunga yang indah, sehingga memberikan kesan artistik yang sangat tinggi. 

Bukan hanya itu, kecintaan terhadap seni dan keindahan ia abadikan sampai di dinding-dinding rumah. “Dia selalu meminta temannya untuk melukis bunga di dinding dan gambar-gambar kesenian lainnya,” ungkap Ayska. Di depan, rumahnya pun ia hiasi dengan tempat duduk berukuran dua orang dengan model puade (tempat duduk adat gorontalo) lengkap dengan tiang-tiang adat. 

Guru Roki gemar membaca. Ia juga punya perpustakaan kecil di rumahnya. Buku-bukunya sering ia baca sambil duduk di puade miliknya. Kesukaan membaca itu membuat ia memiliki pemikiran dan wawasan yang luas. Selain bahasa Indonesia ia juga menguasai bahasa Belanda. Ia pun banyak menuangkan pikiran-pikirannya dalam tulisan-tulisan singkat. Karya tulis yang ia ciptakan sama sekali dibuat tanpa menggunakan mesin melainkan hasil tangannya sendiri. Esai, puisi, lagu, hingga peristiwa-peristiwa penting yang ia lalui dalam hidupnya pasti selalu dia abadikan dalam secarik kertas. 

Penulis sempat melihat langsung karya-karya Guru Roki, yang ditunjukkan ibu Ayska Toyo. Tulisan-tulisan Guru Roki begitu dijaga keluarganya, sebab seluruh catatan-catatan dan karya tulis Guru Roki ada disana. Untuk mengabadikan karyanya, beberapa tulisan sudah di fotocopy karena kertas aslinya sudah mulai rusak dan sulit untuk dibaca,. Meski penulis hanya secara singkat melihat dan memegang karya tokoh hebat gorontalo itu. Akan tetapi hal tersebut sudah memberikan kebanggan tersendiri bagi penulis. Tiap lembaran tulisannya memiliki judul yang berbeda-beda, tergantung konteks yang ingin ia tulis. Menggunakan ejaan Indonesia tempo dulu, semakin menggugah hasrat penulis untuk membacanya. Menarik lagi, dalam deretan karya-karyanya terdapat tulisan yang mengandung syair-syair islami, dengan nilai spiritual yang sangat tinggi.

Bersahabat Dengan Ulama Gorontalo

Selain kecerdasanya, Guru Roki juga dikenal sebagai sosok yang memiliki kesaktian spiritual khas gorontalo. Kemampuan ini juga menjadi salah satu senjata yang ia pakai dalam memperjuangan kemerdekaan rakyat gorontalo. Tante Rake (bukan nama asli) anak Guru Roki; menyampaikan bahwa kesaktian Guru Roki yang dikenal banyak orang tua gorontalo dulu tidak ia pelajari dari orang lain, melainkan sesuatu yang muncul dengan sendirinya.

Namun, di Gorontalo, Guru Roki dekat dan banyak bersahabat dengan ulama-ulama gorontalo. Dari banyak nya ulama gorontalo yang sering ia kunjungi dan berkunjung ke rumah, ada dua nama yang paling diingat keluarganya, yakni; KH Abdul Samad Bula (Tuan Samadi), tapa dan Syekh Abdurrahman Umar (Aba Ram), tamalate. Dua ulama gorontalo ini dikenal sebagai ulama tarekat, sangat jelas mempengaruhi cara pandang dan pengetahuan spiritual Guru Roki.


Nasehat Bijak Guru Roki 


“Apa yang kita inginkan, kita bisa dapatkan” 

“Siapa yang berdaya, menentukan nasibnya sendiri” 

“Kemenangan dalam perjuangan hidup, adalah untuk yang rajin” 

“Siapa yang tinggal diam akan dilewati orang lain”

“Yang berjalan paling depan adalah pengetahuan” 

“Menambah kepandaian berarti menambah kebahagiaan” 

“Suatu perbuatan kecil lebih berharga dari seribu perkataan besar” 

“Orang malas bernasib malang” 

“Yang terpenting adalah perbuatan” 

“Rajin adalah pokoknya kemajuan” 

“Setindak maju berarti bertindak lebih dekat kepada tujuan kita” 

“Yang berdaya dan bersemangat akan menang” 

“Yang berhasil adalah yang berdaya upaya” 

“Siapa yang mencari akan mendapat“

“Hanya orang berusaha, mempunyai nasib baik”

“Di mana ada kerajinan disitu ada keuntungan”

“Bahasa inggris adalah bahasa dunia” 

“Mau tanpa mengetahui, tidak ada artinya” 

“Berbicara bahasa inggris, seluruh dunia jadi negerimu” 

“Belajar untuk menambah pengetahuan, pengetahuan untuk mencapai kemajuan”


Oleh : Muhammad Rifaldy Happy (Ikal)

nulondalo online

Media yang dihidupi & dikembangkan oleh Jaringan Anak Muda NU Gorontalo

Lebih baru Lebih lama